Cake warna-warni tentu lebih menarik daripada masakan yang terbuat dari pare dan daun pepaya. Anda setuju? Seringkali kita membeli atau menyantap makanan karena lapar mata saja, bukan karena perut lapar. Hati-hati, justru ini yang bikin kita mudah gemuk!
Jika disuruh memilih antara makanan berfisik polos atau berwarna, merah atau hijau, serta yang terasa pahit atau manis, mana yang akan Anda pilih? Hampir semua orang akan memilih makanan berwarna, merah, dan yang terasa manis. Hal ini dinamakan naluri makan yang sudah ada sejak bayi.
Kita cenderung memilih makanan yang bisa dikonsumsi secara simbolik untuk membantu kelangsungan hidup. "Pahit biasanya identik dengan racun, maka secara naluriah kita akan menghindari makanan yang terasa getir," kata Dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt saat ditemui di acara World Menu Report: Seductive Nutrition, Jum'at (29/6) lalu.
Jika dulu manusia makan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (lapar perut), kini kita makan untuk memenuhi keinginan mata atau batin (lapar mata/batin). "Makanan adalah bentuk primitif dari rasa nyaman. Jika sedang bosan atau lembur, biasanya orang akan mencari makanan yang bisa membuat nyaman. Hal ini menyebabkan angka prevalensi obesitas terus meningkat," jelas Dr. Grace yang berprofesi sebagai pengamat gaya hidup dan konsultan pengaturan berat badan.
Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika indeks massa tubuh (BMI)nya lebih dari 30, sementara BMI 25-30 disebut gemuk (overweight). Angka ini didapat dari membagi berat badan dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.
Menurut data yang dihimpun Unilever Food Solutions (UFS), ada 300 juta orang obesitas dan lebih dari 1 milyar orang kegemukan di dunia. Obesitas adalah salah satu dari lima penyebab utama kematian di dunia. Jika tren ini tidak dihentikan, diprediksi angka orang kelebihan berat badan akan naik hingga 1.5 milyar pada 2015.
Obesitas bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya genetik, gaya hidup, lingkungan, dan psikologis. Masyarakat kini lebih senang makan di luar rumah, terutama jika sedang macet, stres kerja, lembur, lobbying, atau sebagai hiburan. Padahal, pemilihan makanan saat bersantap di luar rumah juga turut memengaruhi kegemukan. "Perbedaannya cukup berarti. Jika di rumah kita bisa mengatur porsi dan penggunaan bahan aditif, di luar rumah tidak bisa," Nur Azizah Rachman, ahli gizi UFS, menimpali.
Bagaimanapun juga, kini masyarakat sudah mulai peduli kesehatan meski belum rela mengganti makanan favorit mereka dengan yang 100% sehat. Mereka menginginkan titik tengah antara makan sehat dan memanjakan diri. "Hanya butuh sedikit perubahan kecil agar makanan menjadi sedikit lebih sehat. Intinya adalah balance," tambah Azizah.
Untuk menanggulangi masalah obesitas, pihak industri jasa penyedia makanan harus berpartisipasi. "Restoran, misalnya, harus memberikan alternatif menu yang lebih sehat. Makanan tersebut harus sama menggiurkan, memuaskan, dan mengenyangkan dengan menu biasa serta sebanding dengan uang yang dikeluarkan," tutur Chef Vindex Tengker, Brand Ambassador UFS.
Makanya, menyajikan seductive nutrition (makanan sehat yang memberikan kesenangan) bisa jadi peluang emas bagi pihak jasa makanan. "Perubahan kecil seperti informasi gizi dan nama yang deskriptif dapat membantu konsumen membuat pilihan yang lebih sehat. Mereka menginginkan transparansi dalam menu yang akan mereka santap," kata Adam Djokovic, Managing Director UFS.
Jika disuruh memilih antara makanan berfisik polos atau berwarna, merah atau hijau, serta yang terasa pahit atau manis, mana yang akan Anda pilih? Hampir semua orang akan memilih makanan berwarna, merah, dan yang terasa manis. Hal ini dinamakan naluri makan yang sudah ada sejak bayi.
Kita cenderung memilih makanan yang bisa dikonsumsi secara simbolik untuk membantu kelangsungan hidup. "Pahit biasanya identik dengan racun, maka secara naluriah kita akan menghindari makanan yang terasa getir," kata Dr. Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt saat ditemui di acara World Menu Report: Seductive Nutrition, Jum'at (29/6) lalu.
Jika dulu manusia makan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (lapar perut), kini kita makan untuk memenuhi keinginan mata atau batin (lapar mata/batin). "Makanan adalah bentuk primitif dari rasa nyaman. Jika sedang bosan atau lembur, biasanya orang akan mencari makanan yang bisa membuat nyaman. Hal ini menyebabkan angka prevalensi obesitas terus meningkat," jelas Dr. Grace yang berprofesi sebagai pengamat gaya hidup dan konsultan pengaturan berat badan.
Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika indeks massa tubuh (BMI)nya lebih dari 30, sementara BMI 25-30 disebut gemuk (overweight). Angka ini didapat dari membagi berat badan dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.
Menurut data yang dihimpun Unilever Food Solutions (UFS), ada 300 juta orang obesitas dan lebih dari 1 milyar orang kegemukan di dunia. Obesitas adalah salah satu dari lima penyebab utama kematian di dunia. Jika tren ini tidak dihentikan, diprediksi angka orang kelebihan berat badan akan naik hingga 1.5 milyar pada 2015.
Obesitas bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya genetik, gaya hidup, lingkungan, dan psikologis. Masyarakat kini lebih senang makan di luar rumah, terutama jika sedang macet, stres kerja, lembur, lobbying, atau sebagai hiburan. Padahal, pemilihan makanan saat bersantap di luar rumah juga turut memengaruhi kegemukan. "Perbedaannya cukup berarti. Jika di rumah kita bisa mengatur porsi dan penggunaan bahan aditif, di luar rumah tidak bisa," Nur Azizah Rachman, ahli gizi UFS, menimpali.
Bagaimanapun juga, kini masyarakat sudah mulai peduli kesehatan meski belum rela mengganti makanan favorit mereka dengan yang 100% sehat. Mereka menginginkan titik tengah antara makan sehat dan memanjakan diri. "Hanya butuh sedikit perubahan kecil agar makanan menjadi sedikit lebih sehat. Intinya adalah balance," tambah Azizah.
Untuk menanggulangi masalah obesitas, pihak industri jasa penyedia makanan harus berpartisipasi. "Restoran, misalnya, harus memberikan alternatif menu yang lebih sehat. Makanan tersebut harus sama menggiurkan, memuaskan, dan mengenyangkan dengan menu biasa serta sebanding dengan uang yang dikeluarkan," tutur Chef Vindex Tengker, Brand Ambassador UFS.
Makanya, menyajikan seductive nutrition (makanan sehat yang memberikan kesenangan) bisa jadi peluang emas bagi pihak jasa makanan. "Perubahan kecil seperti informasi gizi dan nama yang deskriptif dapat membantu konsumen membuat pilihan yang lebih sehat. Mereka menginginkan transparansi dalam menu yang akan mereka santap," kata Adam Djokovic, Managing Director UFS.
0 Response to "Kegemukan Bisa Disebabkan oleh Lapar Mata"
Post a Comment