Pangkalan Bun - Ketika terbentur sesuatu atau dipukul, setiap orang seharusnya merasakan sakit atau nyeri di bagian tubuh yang terkena benturan atau pukulan. Tapi tergantung pada intens tidaknya rasa nyeri yang dialami, bagi sebagian orang ada kalanya nyeri juga terasa enak. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa terkadang orang akan merasakan kenikmatan tersendiri ketika memperoleh stimulus yang menyakitkan jika stimulus itu ternyata tak seburuk dugaan mereka sebelumnya.
Temuan itu diperoleh setelah Leknes dan rekan-rekannya memasangkan sebuah perangkat yang dapat menerapkan panas dalam berbagai tingkatan ke lengan 16 partisipan. Pada waktu yang bersamaan, peneliti mengukur aktivitas otak keseluruhan partisipan menggunakan scan MRI.
Pada percobaan pertama, partisipan diberi serangkaian stimulus yang menyakitkan seperti halnya ketika memegang secangkir kopi yang terlalu panas. Kemudian pada percobaan kedua, partisipan diberi serangkaian stimulus yang memunculkan rasa nyeri sedang dan intens.
Dari situ diketahui pada percobaan pertama hampir seluruh partisipan menilai rasa nyeri yang sedang itu tidak menyenangkan. Menariknya, hal ini tidak berlaku pada percobaan kedua karena partisipan menilai rasa nyeri sedang itu dapat dinikmati, apalagi ada jenis nyeri lain yang dijadikan pembanding yaitu rasa nyeri yang intens.
Selama pemaparan stimulus sedang pada percobaan kedua, aktivitas otak partisipan juga menunjukkan aktivasi yang rendah di bagian otak yang merasakan nyeri dan aktivasi yang tinggi di frontal lobes bagian tengah yang berkaitan dengan pereda nyeri dan kenikmatan dibanding ketika stimulus yang sama diberikan dalam percobaan pertama.
"Tidaklah sulit untuk memahami bahwa rasa nyeri dapat dianggap tak begitu parah ketika seorang individu menyadari bahwa nyeri yang dirasakannya ternyata tak begitu menyakitkan atau tak seburuk dugaan mereka," terang peneliti Siri Leknes, seorang psikolog dari University of Oslo di Norwegia seperti dilansir cbsnews, Kamis (28/2/2013).
"Hal ini berarti individu yang bersangkutan menemukan bahwa nyeri yang dialaminya terasa enak seperti halnya sesuatu yang buruk berhasil mereka hindari," lanjutnya.
Leknes menduga tampaknya partisipan telah bersiap untuk menghadapi kondisi terburuk sehingga ketika mereka menyadari bahwa rasa nyerinya tak seburuk yang mereka takutkan dan kondisi itu membuat mereka menjadi lega. Hebatnya, perasaan lega itu bisa jadi begitu kuat hingga mampu mengubah pengalaman negatif seperti rasa nyeri menjadi sensasi yang menghibur atau bahkan menyenangkan.
Temuan ini juga dapat menjelaskan mengapa sejumlah orang menganggap pedasnya cabai atau sambal dan seks yang menyakitkan sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa terkadang orang akan merasakan kenikmatan tersendiri ketika memperoleh stimulus yang menyakitkan jika stimulus itu ternyata tak seburuk dugaan mereka sebelumnya.
Temuan itu diperoleh setelah Leknes dan rekan-rekannya memasangkan sebuah perangkat yang dapat menerapkan panas dalam berbagai tingkatan ke lengan 16 partisipan. Pada waktu yang bersamaan, peneliti mengukur aktivitas otak keseluruhan partisipan menggunakan scan MRI.
Pada percobaan pertama, partisipan diberi serangkaian stimulus yang menyakitkan seperti halnya ketika memegang secangkir kopi yang terlalu panas. Kemudian pada percobaan kedua, partisipan diberi serangkaian stimulus yang memunculkan rasa nyeri sedang dan intens.
Dari situ diketahui pada percobaan pertama hampir seluruh partisipan menilai rasa nyeri yang sedang itu tidak menyenangkan. Menariknya, hal ini tidak berlaku pada percobaan kedua karena partisipan menilai rasa nyeri sedang itu dapat dinikmati, apalagi ada jenis nyeri lain yang dijadikan pembanding yaitu rasa nyeri yang intens.
Selama pemaparan stimulus sedang pada percobaan kedua, aktivitas otak partisipan juga menunjukkan aktivasi yang rendah di bagian otak yang merasakan nyeri dan aktivasi yang tinggi di frontal lobes bagian tengah yang berkaitan dengan pereda nyeri dan kenikmatan dibanding ketika stimulus yang sama diberikan dalam percobaan pertama.
"Tidaklah sulit untuk memahami bahwa rasa nyeri dapat dianggap tak begitu parah ketika seorang individu menyadari bahwa nyeri yang dirasakannya ternyata tak begitu menyakitkan atau tak seburuk dugaan mereka," terang peneliti Siri Leknes, seorang psikolog dari University of Oslo di Norwegia seperti dilansir cbsnews, Kamis (28/2/2013).
"Hal ini berarti individu yang bersangkutan menemukan bahwa nyeri yang dialaminya terasa enak seperti halnya sesuatu yang buruk berhasil mereka hindari," lanjutnya.
Leknes menduga tampaknya partisipan telah bersiap untuk menghadapi kondisi terburuk sehingga ketika mereka menyadari bahwa rasa nyerinya tak seburuk yang mereka takutkan dan kondisi itu membuat mereka menjadi lega. Hebatnya, perasaan lega itu bisa jadi begitu kuat hingga mampu mengubah pengalaman negatif seperti rasa nyeri menjadi sensasi yang menghibur atau bahkan menyenangkan.
Temuan ini juga dapat menjelaskan mengapa sejumlah orang menganggap pedasnya cabai atau sambal dan seks yang menyakitkan sebagai sesuatu yang menyenangkan.
0 Response to "Mengapa Nyeri Terkadang Terasa Enak?"
Post a Comment